Syarat Menyelenggarakan Lembaga Kursus

Syarat Izin Menyelenggarakan Lembaga Kursus. Lembaga kursus kian marak bermunculan di sekitar kita, terutama di kota-kota besar, bahkan sudah ada lembaga penyelenggara kursus online. Jenis kursus pun beraneka ragam, bukan hanya  di bidang pendidikan, tetapi juga untuk bidang keterampilan lain seperti kecantikan, memasak, kepribadian, mengemudi, dan lain-lain.

Izin mendirikan lembaga kursus tidak serumit mendirikan pendidikan formal seperti sekolah. Namun masih banyak lembaga kursus yang belum mengantongi izin atau pun izin masih dalam proses, kegiatan kursus telah berjalan. Berbagai alasan dilontarkan penyelenggara kursus, mulai dari lamanya proses perizinan sampai persyaratan yang sulit terpenuhi

Jika berniat ingin mendirikan sebuah lembaga kursus, sebaiknya mengurus izin terlebih dahulu ke Dispendik setempat, sebelum kursus berjalan. Jika syarat menyelenggarakan lembaga kursus dipenuhi, apabila sewaktu-waktu terjadi pemeriksaan atau penertiban tidak akan terkena sanksi.

Syarat Izin Menyelenggarakan Lembaga Kursus

  • Membuat surat permohonan izin penyelenggaraan kursus
  • Fotocopy akta notaris (yayasan pendidikan)
  • Daftar nara sumber dilampiri fotokopi ijasah
  • Daftar riwayat hidup pemilik/penyelenggara
  • Denah ruang dan peta lokasi
  • Daftar inventaris/kelengkapan lembaga kursus
  • Kurikulus/silabus
  • Tata tertib kursus
  • Mendapat rekomendasi dari UPTD/BPS kecamatan setempat
  • Surat pernyataan tidak keberatan dari warga sekitar
  • Surat domisili
  • Memiliki dana abadi yang tertuang dalam rekening bank sebesar  Rp 45 juta.

Sumber: Dispendik Surabaya

Untuk calon peserta kursus maupun masyarakat luas, sebaiknya mengetahui legalitas lembaga kursus tersebut. Apakah sudah memiliki izin? Atau jangan-jangan lembaga kursus abal-abal yang hanya sebuah penipuan yang berkedok kursus. Jika terjadi sesuatu, akan sulit melakukan komplain karena tidak mempunyai izin dan tidak berada dalam naungan resmi.

Syarat Menyelenggarakan Lembaga Kursus – Lentera Kecil

Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, jauh sebelum sistem pendidikan nasional hadir, yakni sekitar tahun 1347, telah terjadi prosesi pendidikan. Awalnya lembaga pendidikan di Nusantara menggabungkan kurikulum pendidikan agama dan umum.

Meskipun ada kesamaan prinsip, namun lembaga pendidikan di Nusantara yang menggabungkan pendidikan agama dan pendidikan umum di setiap daerah penamaannya berbeda-beda. Misalkan, kalau di Jawa namanya pesantren, kalau di Aceh namanya menasah, kalau di Sumatera Barat namanya surau.

Jadi sesungguhnya dalam pesantren, menasah, dan surau itu terjadi pembelajaran yang komprehensif, bukan saja pendidikan agama tetapi juga pendidikan umum.

RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren

Namun, sejarah juga mencatat bahwa, seiring kedatangan Portugal dan Belanda terjadi pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Untuk itu, peran lembaga pendidikan keagamaan perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena lembaga tersebut telah banyak mencetak kader unggul yang berkontribusi untuk umat dan bangsa. Pendidikan agama dan pesantren idealnya memiliki arah pada landasan penguatan karakter bangsa.

Saat ini, secara implementatif masih terjadi ketimpangan terhadap Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren, baik dalam hal persoalan anggaran maupun kebijakan. Negara perlu terlibat dalam memajukan pendidikan agama, tidak hanya Agama Islam, tapi juga agama-agama lainnya yang diakui Negara Indonesia.

Jadi diperlukan peraturan atau undang-undang  yang memiliki gagasan pokok untuk mendorong supaya pendidikan keagamaan, baik itu Islam dan agama lain maju dan menjadi landasan pembentukan karakter bangsa.

Sebagai contoh, definisi pesantren diperluas dan diperdalam dengan pendidikan lain, meskipun namanya bukan pesantren. Perlu dielaborasi konsep pesantren ini. Pesantren tidak hanya dipandang pada nama saja, tapi definisinya perlu diperluas atau diperdalam.

Dengan dibuat peraturan atau undang-undang tersebut, supaya pendidikan keagamaan Islam dan agama lain maju, sehingga memberikan landasan pada penguatan karakter bangsa.

Selain itu, dengan adanya undang-undang Lembaga Pendidikan Keagamaan nantinya akan mengakomodasi pendidikan agama dan pesantren yang belum mendapatkan perhatian secara proporsional dari kebijakan anggaran biaya pendidikan yang diamanatkan UUD.

DPR Berusaha Memajukan Pendidikan Agama dan Pesantren melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang terus menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren.

Menurut Nihayatul Wafiroh, anggota DPR RI dari Fraksi PKB, anggaran yang didapat untuk pendidikan diniyah dan pesantren hanya 1,8 persen dari APBN 2018 yakni Rp 875 miliar. Dana itu digunakan untuk biaya pendidikan di sebanyak 76.566 madrasah diniyah takmiliyah, 134.860 lembaga pendidikan Al-Qur’an dan 28.961 pondok pesantren.

“Itu yang terdaftar, tapi masih banyak yang belum terdaftar dan masih banyak jutaan santri di pesantren. Tentu jauh daripada cukup untuk bisa mengatakan negara ini berpihak pada pendidikan pesantren,” kata Nihayah.

 

RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren